Ya.. memang hari ini hari terakhir ramadhan 2017.
Namun, apakah dengan berakhirnya ramadhan maka bulan
kebaikan akan segera berakhir?
Wah, Kuharap tidak.
Sudah usai?
Apakah habis ini orang-orang akan jarang kembali mendatangi masjid?
Akankah manusia-manusia akan tetap berdiam diri dimasjid
untuk sekedar memanjatkan doa sampai pagi seperti yang lazimnya dilakukan
ketika bulan ini tiba.
Berakhirnya ramadhan... itu tandanya berakhir pula bulan
yang sering dibilang bulan penuh berkah.
Berakhirnya ramadhan... berakhir pula sautan tiap dini hari
untuk membangunkan kita sahur.
Berakhirnya ramadhan... berakhir pula shalat sunnah
berjamaah yang hanya dapat dilakukan ketika bulan ini datang.
Berakhirnya ramadhan... artinya esok akan lebaran.
Lebaran? Hari kemenangan?
Selamat! Karena kamu telah sukses melewati ramadhan dan
mencapai apa itu hari kemenangan.
Jika kemenangan itu tiba.... tandanya hari bahagia pun juga
datang....
Bahagia bisa shalat idul fitri bersama keluarga tercinta.
Bahagia bisa berkumpul kembali bersama sanak saudara yang
sudah lama tak bertemu.
Bahagia bisa bersungkem kepada sesepuh keluarga yang masih
hidup hingga ramadhan kali ini.
Bahagia bisa mencicipi masakan keluarga besar bersama
mereka.
Berbahagialah kamu yang masih bisa merasakan itu semua.
Aku?
Dulu..
Aku pernah merasakan itu.
Ketika kecil... aku pernah tertawa dengan puas dan lebar
bersama saudara sepupu.
Dengan santainya meminta THR kepada om dan tante.
Makan bersama dan jalan-jalan bersama mereka.
Ya, aku memang pernah merasakannya.
Aku pun juga pernah merasakan berdiri ditengah keluarga
besar.
Pernah merasakannya meskipun bukan dengan bersama keluarga
kandungku sendiri.
Pernah mencicipi masakan dari keluarga besar, meskipun bukan
keluarga besarku seutuhnya.
Pernah dengan senang mendapatkan THR meski bukan dari
keluarga-ku yang sebenarnya.
Ya.. aku senang. Aku senang masih dapat merasakan itu
walaupun hanya sesaat.
Namun itu hanya sesaat.
Sekarang? Semuanya tak lagi sama.
Aku disini sendiri.
Merayakannya sendiri.
Pergi ke masjid untuk menunaikan solat idul fitri pun
sendiri.
Tanpa ditemani oleh orangtua.
Oh tepatnya tanpa seorang mama.
Loh? Hanya mama?
Ya... aku memang hanya mempunyai mama. Dari lahir pun aku
hanya didampingi oleh mama.
Dimana papa?
Entah...
Jika ditanya... akupun bingung harus menjawabnya
bagaimana...
Aku tak tahu dia ada dimana....
Aku tak tahu keberadaannya....
Aku tak tahu bagaimana kabarnya...
Kadang... aku tak lagi punya semangat untuk menunaikan solat
idul fitri jika harus pergi seorang diri.
Tanpa ada mama. Tanpa ada saudara. Ataupun tanpa ada seorang
teman.
Namun, apadaya. Aku tak bisa berbuat banyak.
Aku tak bisa menuntut teman – temanku untuk menemaniku solat
agar aku tidak seorang diri karena aku tahu....
Mereka juga punya keluarga. Mereka juga punya sanak saudara
yang lebih penting daripada sekedar temannya ini yang perlu dikasihani.
Seringkali aku iri terhadap mereka yang masih memiliki mama
dan papanya.
Iri terhadap mereka yang pergi bersama keluarganya kemasjid
untuk menunaikan solat.
Iri terhadap mereka yang masih bisa bersama ketika hari
kemenangan tiba.
Iri kepada mereka yang bisa mencicipi masakan bersama...
Iri kepada mereka yang masih bisa sungkeman bersama mama dan
papanya sehabis melaksanakan solat...
Iri kepada mereka yang dapat foto bersama setelah bercanda
tawa
Tuhan...
Apa aku tidak bisa merasakan seperti apa yang mereka
rasakan?
Bisakah aku mendapat pelukan hangat dari seorang ‘Ayah’
dihari lebaran?
Dapatkah aku merasakan elusan tangannya dikepalaku?
Bisakah aku mendapat wejangan-wejangan yang akan dia
lontarkan ketika aku membantah omongannya?
Dapatkah aku ya Tuhan?...
Bisakah aku ya Tuhan?...
Sekali saja...
Aku ingin merasakan bagaimana kumpul lengkap bersama dengan
papa dan mama
Kapan aku dapat merasakannya Tuhan?
Aku menunggu..
Terus menunggu..
Sampai waktu itu benar tiba untukku..
-------------------------------------------24 Juni 2017-------------------------------------------
Komentar
Posting Komentar