REVIEW FILM "MIKA"

“AKU PERCAYA KARENA MIKA BILANG BEGITU”



          Film drama Indonesia yang berjudul “MIKA” merupakan film karya Lasja F. Susatyo, yang diadaptasi dari novel “Waktu Aku Sama Mika” karangan dari penulis bernama Indi. Film produksi First Media ini dirilis pada 17 januari 2013 yang ternyata disutradarai pula oleh pembuat film ini yaitu Lasja F. Susatyo. Film ini juga pernah ditayangkan di IFF Melbourne, Australia.


          Film yang dibintangi oleh Vino G. Bastian sebagai Mika dan Velove Vexia sebagai Indi ini, menceritakan tentang seorang cewek bernama Indi dengan kondisi kelainan tulang belakang (skoliosis) yang membuatnya harus menggunakan brace penyangga tubuh, yang menemukan kembali semangat hidupnya ketika bertemu dengan seorang cowok pengidap virus HIV/AIDS bernama Mika. Kali pertama mereka bertemu Indi merasa bahwa Mika seperti malaikat yang datang untuknya. Dari sejak pertama mereka bertemu pun, Mika sama sekali tidak takut atau merasa aneh dengan brace yang dikenakan Indi. Justru, Mika membantu Indi mengenakan bracenya sehabis mereka berenang sebentar di pinggiran danau. Dan bahkan Mika berkata kepada Indi “Kamu itu gak cacat, kamu beda. Spesial.” Sejak saat itu Indi percaya bahwa Mika itu orang baik.



          Seperti drama film romantis lainnya, Mika dan Indi memiliki hubungan unik yang tulus  dimana keduanya bisa saling menguatkan dalam keadaan apapun, baik suka maupun duka. Indi tahu bahwa Mika mengidap penyakit HIV/AIDS karena Mika berterus terang sendiri kepada Indi. Walaupun begitu, Indi tidak pernah takut. Baginya, Mika berbeda dari yang lain. Dan dari Mika, Indi belajar untuk berjuang melawan penyakitnya dan menghargai hidup bersama orang-orang yang ia cintai.


          Di film ini digambarkan bahwa sejak bertemu dan mengenal Mika, hidup Indi sangat berubah. Mika mengenalkan hal-hal baru yang menarik kepada Indi. Seperti, Indi diajak ke sebuah tempat dimana Indi bisa belajar menari dan membuat topeng dengan tangannya sendiri. Indi pun kelihatan senang sejak bersama Mika karena hidupnya tidak monoton. Hari-hari berikutnya pun Mika mengajak Indi melihat dan mempelajari hal-hal yang belum Indi ketahui. Walaupun Mika lebih dewasa dari Indi, tetapi Mika tidak pernah mencoba menjerumuskan Indi ke hal-hal yang buruk dan Mika tidak mengambil kesempatan atau keuntungan apapun dari kepolosan Indi.


          Dalam film “MIKA” sikap moral yang ditampilkan yaitu selalu semangat dan tidak menyerah begitu saja dengan keadaan yang dialami. Banyak sekali hal-hal yang ingin dilewati Indi seperti teman-temannya yang lain yang mereka lakukan. Indi sangat ingin melakukan aktivitas layaknya anak biasa seusianya, seperti berenang, berlari, melompat, menari dll. Karena mengetahui keinginan tersebut, akhirnya disuatu waktu Mika menggendong Indi sambil berlari disaat jam pelajaran olahraga. Yang sebenarnya Indi sama sekali tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga karena penyakit yang dideritanya.


          Layaknya drama film luar negeri berjudul “The Fault In Our Stars” yang bertemakan sama dengan film ini yaitu tentang seorang cewek dan cowok yang sama-sama memiliki penyakit. Di film ini pun juga diceritakan tentang masa-masa remaja dan masa sekolah Indi. Salah satu yang diceritakan yaitu ketika Indi ulang tahun, Indi merayakan ulang tahunnya dan mengundang teman-temannya. Tidak lupa Indi juga mengundang Mika, agar semuanya terasa lengkap. Dibalik itu ternyata penyakit Mika sudah mulai parah. Tetapi, Mika juga tidak mau mengecewakan Indi hanya karena ia tidak datang ke perayaan ulang tahun Indi. Dengan memaksakan kondisi dan keadaan tubuhnya, akhirnya Mika pun datang ke perayaan ulang tahun Indi. Sayangnya, ketika sampai di tempat, tibatiba salah seorang dari teman Indi berbicara dengan keras dengan semua orang yang hadir bahwa Mika mengidap penyakit HIV/AIDS. Karena kaget, akhirnya semua orang yang hadir pun pergi meninggalkan tempat itu. Tetapi Mika dan Indi tidak ikut pergi, karena Indi tidak peduli dengan omongan temannya itu tentang Mika.

          Selanjutnya, ternyata makin lama penyakit yang diderita Mika semakin memburuk. Yang sebelumnya hanya menyerang 1 saluran, sekarang penyakit itu mulai menyerang organ paru-paru Mika. Dan sekarang, Mika tidak bisa menemani hari-hari Indi seperti sebelumnya. Mika harus benar-benar beristirahat dirumah. Karena kalau tidak, penyakitnya akan bertambah lebih parah dari sebelumnya. Indi merasa kesepian atas kondisi Mika, maka dari itu Indi melakukan rutinitas yang biasanya dilewati bersama Mika sekarang ia lakukan seorang diri demi menghilangkan atau meredakan rasa rindunya terhadap Mika. Karena Indi merasa semakin khawatir dengan keadaan Mika, Indi pun menjenguk Mika. Indi menemani dan merawat Mika selama sakit. Selama menemani, Mika dan Indi sering membayangkan hal-hal yang seandainya bisa mereka lakukan. Sampai suatu saat, mereka sedang membayangkan suatu hal yang mereka lakukan bersama, ketika Indi sadar dari lamunan tersebut ternyata pas Indi mengecek keadaan Mika, Mika sudah meninggal dunia.


          Drama semacam inilah yang ditawarkan kepada remaja zaman sekarang agar mereka terbangun sebagai jiwa yang selalu bersyukur dengan keadaan yang ada dan menjadi orang yang pantang menyerah agar bisa menjadi yang terbaik dari yang paling baik.


          Film “MIKA” menyajikan sebuah hal klise dengan kematian Mika sebagai benang merah. Meski ceritanya cukup unik dan bisa membuat penonton yang menontonnya terharu, sayangnya apa yang ditawarkan dalam film ini tidaklah ide baru melainkan apa yang sudah rilis dalam film yang lain, jadi apa yang ditampilkan kurang klimaks. Penggambaran cerita cinta antara Mika dan Indi di film ini pun tidak terlalu lebay seperti film drama remaja sekarang.


          Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa film ini mengajarkan tentang semangat hidup untuk terus bangkit dari keterpurukan dan penyesalan atas kondisinya. Disana juga terlihat jelas kalau selama hidup kita perlu dan butuh hal-hal yang baru dan menarik. Kita tidak boleh menilai kepribadian orang lain hanya dari kondisi dan keadaan fisiknya. Dan satu lagi setidaknya lewat film ini kita bisa belajar bahwa yang dijauhi dari seorang ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) bukan penderitanya, melainkan virus yang mematikan tersebut.

"Don't judge book by their cover"

Komentar

  1. Udah bagus tan. Struktur yg diminta juga udah ada semuaa.

    BalasHapus
  2. Sudah lumayan baik dr sebelumnya krn sudah ditambahkan gambar utk menjelaskan keadaan dlm teks tsb

    BalasHapus

Posting Komentar